"Sepakbola Gajah" Coreng Wajah Kompetisi Indonesia

PSIS Semarang Vs PSS Sleman
Sumber :
  • Antara

VIVAbola - Kemenangan adalah tujuan akhir bagi setiap tim dalam sebuah pertandingan. Apapun akan dilakukan demi bisa menyandang status pemenang.

Tapi, semangat seperti itu rupanya tidak tertanam dalam jiwa para pemain PSS Sleman dan PSIS Semarang ketika bertemu dalam laga terakhir babak 8 besar Divisi Utama di Sasana Krida, Akademi Angkatan Udara, Minggu, 26 Oktber 2014.

Sungguh ironis, ditengarai kedua tim sengaja memainkan "sepakbola gajah". PSS dan PSIS berebut untuk menjadi pecundang di pertandingan tersebut. Indikasinya adalah lima gol yang lahir merupakan hasil bunuh diri.

Duel tersebut dimenangkan PSS dengan skor 3-2. Hanya saja, sepanjang pertandingan, kedua kubu sama sekali  tidak menunjukkan keinginan meraih kemenangan. Sebaliknya, baik PSS maupun PSIS justru ingin kalah. Sampai-sampai, pemain PSIS, Saptono, sempat berdiri di bawah mistar gawang Elang Jawa untuk mencegah pemain lawan mencetak gol bunuh diri. Di akhir laga, PSIS yang kalah malah tampak bergembira.

Hasil pertandingan ini sebenarnya sudah tidak berpengaruh bagi kedua tim. Pasalnya, baik PSIS maupun PSS telah sama-sama mengantongi tiket semifinal. Namun, yang menang bakal menjadi juara grup dan akan bertemu runner up Grup P, Borneo FC.

Kuat dugaan, kedua tim sengaja mengalah untuk menghindari berlaga di kandang Borneo FC yang diduga kerap diuntungkan oleh faktor nonteknis. Apalagi, mencuat kabar, Persis Solo terpaksa kabur usai diintimidasi suporter tuan rumah jelang laga melawan Borneo FC beberapa waktu lalu.

Menanti Sanksi

PSSI selaku otoritas tetinggi di sepakbola tanah air sontak bereaksi usai mendengar laporan tentang kejadian tak wajar tersebut. Komisi Disiplin pun langsung menggelar penyelidikan. Sebagai langkah awal mereka mengagendakan pemanggilan pihak-pihak yang diduga terlibat.

"Memang ini bukan kejadian yang wajar. Komdis sudah mengagendakan untuk memanggil keduanya," kata Sekjen PSSI, Joko Driyono.

"Indikasinya bukan pengaturan skor, tapi memilih lawan di semifinal. Ini tak bisa diampuni karena sudah melanggar azas fairplay. Secara Code of Fairplay, keduanya bisa disanksi lewat pasal-pasal Kode Disiplin," sambungnya.

Hulman Simangunsong selaku wasit yang memimpin duel serta inspektur laga, Kustana, membenarkan bahwa ada yang tak beres dengan pertandingan PSS vs PSIS, terutama di penghujung laga. Namun, mereka mengaku tak bisa berbuat apa-apa karena semua yang dilakukan para pemain sudah sesuai dengan prosedur.

"Awalnya, kami tak merasa ada yang aneh di pertandingan tersebut. Babak pertama berjalan lancar. Kedua tim saling serang. Bahkan, tercipta banyak pelanggaran," kata Kustana.

"Babak kedua mereka mulai main pasif. Lalu, menit 87 dan 88, PSS cetak gol bunuh diri lebih dulu. Selanjutnya, hingga menit 90+1, PSIS gantian cetak 3 gol bunuh diri. Yang tidak wajar cara golnya. Semua lewat skema bunuh diri. Wasit tak punya kuasa untuk menghentikan pertandingan hanya karena gol bunuh diri. Tak ada aturannya," jelasnya.

Wasit Korban Pengeroyokan Pemain Persinga Angkat Bicara

Dan, usai mengadakan sidang, Komdis PSSI pun akhirnya mengambil keputusan. "Ini mencoreng integritas sepakbola Indonesia. Demi mempertahankan kehormatan kompetisi, baik PSS dan PSIS kami nyatakan didiskualifikasi," kata Ketua Komdis, Hinca Panjaitan, Selasa 28 Oktober 2014 malam.

Keputusan ini tentunya menimbulkan pertanyaan, terkait klub lain yang akan menggantikan tempat PSS dan PSIS di semifinal Divisi Utama. Sebab, ada PSCS Cilacap dan Persiwa Wamena, yang bisa otomatis lolos karena keputusan Komdis ini.

SBY Dukung Pencabutan Sanksi PSSI

"Semua tergantung keputusan PT Liga Indonesia. Sebagai informasi, PSCS dan Persiwa pernah WO dari pertandingan. Kami masih investigasi masalah ini," jelas Hinca.

"Yang pasti, keputusan ini tak bisa dibanding karena sudah mencederai semua aspek, baik statuta, code of conduct, code of fairplay, dan lainnya," sambung dia.

PSS Sleman: Kalau Wasit Fair, Kami Bisa Kalahkan Bali United

Meski telah menyatakan diskualifikasi, Komdis sampai sekarang belum menjatuhkan sanksi kepada manajemen klub dan pemain terkait kasus ini. Mereka masih akan menggelar investigasi mendalam terkait pertandingan tersebut.

"Wasit dan perangkat pertandingan yang ada di dalamnya juga kami rekomendasikan untuk tidak ditugaskan sampai batas waktu yang tak ditentukan. Mereka punya kuasa untuk menghentikan pertandingan yang aneh tersebut," tegas politisi partai Demokrat ini.

Pengakuan Kedua Kubu

Baik PSS maupun PSIS membeberkan alasan masing-masing terkait kasus "sepakbola gajah". Yang menarik, meskipun saling menyalahkan, namun keduanya kompak membantah aksi mereka semata-mata demi menghindari bertemu Borneo FC di semifinal.

Pihak PSIS menyatakan tiga gol bunuh diri yang dilakukan para pemainnya berawal dari kekesalan atas ulah pemain dan suporter PSS.

"Disiarkan langsung kok. Mainnya juga di tempat netral. Kami siap bertemu siapa saja di semifinal," tegas Kairul Anwar, General Manager PSIS.

"Sempat PSIS mau walk out. Tapi, pertandingan tinggal 3 menit. Para pemain kesal. Bayangkan, PSS cetak 2 gol bunuh diri. Lalu, suporter mereka bilang 'Sukurin PSIS ketemu Borneo'. Maksudnya apa? Para pemain spontan kesal. Kami tak takut bertemu Borneo," sambungnya.

Tak mau disudutkan oleh PSIS, PSS pun membuat pengakuan lain. Mereka menyatakan lebih dulu dibuat geram oleh ulah para pemain PSIS yang menolak masuk ke area pertahanan mereka.

"Kami cetak gol ke gawang sendiri karena mereka tak mau melakukan pressing ke wilayah pertahanan kami," kata Direktur Putra Sleman Sembada, Supardjiono.

"Tak ada instruksi bunuh diri. Kami siap kok bertemu siapa saja di semifinal," kilahnya.

Sedangkan pihak Borneo FC yang ikut dipanggil oleh Komdis PSSI menolak dilibatkan apalagi dijadikan "kambing hitam" dalam kasus "sepakbola gajah" itu. "Mengapa kami yang harus dijadikan alasan. Toh, kami belum pernah ketemu PSS dan PSIS," kata Manajer Borneo, Tommy Ermanto.

Bukan yang Pertama

Ini bukan pertama kalinya "sepakbola gajah" mencederai sepakbola nasional. Pada era Perserikatan, tindakan tak sportif juga pernah dilakukan Persebaya Surabaya.

Pada musim 1987-88, Persebaya sengaja mengalah dari Persipura dengan skor telak 0-12. Setelah diselidik, hal ini dilakukan Persebaya agar PSIS Semarang tak lolos ke babak berikutnya.

Tindakan Persebaya tersebut didasari rasa sakit hati terhadap PSIS. Mereka menuding PSIS sengaja mengalah dari PSM Makassar dan membuat Persebaya gagal masuk ke 6 Besar Perserikatan musim 1985-86.

Publik mengecam aksi tersebut. Begitu juga dengan PSSI. Namun, tak ada sanksi yang dijatuhkan kepada Bajul Ijo saat itu.

Bukan hanya di level klub, "sepakbola gajah" juga terjadi di level tim nasional. Pada Piala Tiger 2008, aksi tak terpuji dilakukan timnas Indonesia saat berhadapan dengan Thailand.

Demi menghindar dari tuan rumah Vietnam di semifinal, Indonesia dan Thailand sama-sama tak ngotot untuk menang. Ketika itu, pertandingan nyaris berakhir imbang dengan skor 2-2. Namun, di penghujung babak kedua, pemain belakang Indonesia, Mursyid Effendi, dengan sengaja memasukkan bola ke gawang sendiri. Skor pun berubah menjadi 2-3 untuk kekalahan Indonesia. 
 
Akibat aksi tersebut, Indonesia diberi hukuman denda sebesar 40 ribu dolar AS oleh FIFA. Skuad Garuda dinilai telah merusak semangat sepakbola. Mursyid sendiri dihukum tak boleh tampil di event internasional seumur hidup.

Pernah menjadi aktor utama "sepakbola gajah", Mursyid tertarik ikut menanggapi kejadian antara PSS vs PSIS. Dia sangat yakin, ada dalang utama di balik kejadian memalukan itu.

"Mereka memang salah, tapi itu bukan keputusan pribadi pemain. Saya yakin, sebelum gol bunuh diri dilakukan, ada rapat kecil di internal klub,” kata Mursyid.

Sama seperti kasus yang menimpanya, Mursyid berharap Komdis berani melakukan penyelidikan. Terutama sejak awal kompetisi Divisi Utama.

"Lingkaran itu harus dibongkar demi sepakbola Indonesia lebih baik. Jangan hanya tim, pemain atau pelatih dan manajemen yang diberi sanksi. Hukuman lebih berat harus diberikan kepada aktor utama yang mendorong kasus  itu terjadi," katanya. 

"Seperti wasit juga memang pelaku, tapi dalam kasus ini, mereka juga jadi korban karena ada tekanan-tekanan dari luar lapangan. Dan itu biasanya bukan dari orang bola, tapi bisa juga pemilik klub yang punya pengaruh besar melebihi PSSI,” bebernya. (one)

Baca juga:

Sentuh Ofisial Wanita, Guardiola Terancam Sanksi

Mainkan "Sepakbola Gajah", PSS dan PSIS Didiskualifikasi dari DU

Kesal, Alasan PSS Peragakan "Sepakbola Gajah"

"Sepakbola Gajah" PSS Vs PSIS Jadi Sorotan Media Internasional

Cetak 2 Gol Bunuh Diri Disengaja, Pemain PSIS Mengaku Salah

Gara-gara "Sepakbola Gajah", Semifinal dan Final DU Ditunda

7 Pemain yang Tewas Akibat Cedera di Lapangan

Kekasih Cantik Ronaldo Pamerkan Sisi Keibuan di El Clasico

Eks Bomber Bayern Munich Sakit Hati Didepak Guardiola

Balotelli Sumbang Gol, Liverpool Depak Swansea

Cetak Gol Kedua untuk Liverpool, Balotelli Puaskan Tim Pelatih

Kata Pertama yang Diucapkan Balotelli Usai Cetak Gol Lagi

Berkat Gol Bunuh Diri, Chelsea ke Perempatfinal Capital One Cup

Ini Alasan Mourinho Tahan Hazard Masuk ke Lapangan

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya