Kisah Pria Sekarat Tunda Hari Kematian demi Sepakbola

Lorenzo Schoonbaert (kanan)
Sumber :
  • Dailystar.co.uk

VIVA.co.id - Setelah melalui 37 kali operasi selama 20 tahun terakhir, Lorenzo Schoonbaert, akhirnya menyerah kepada penyakitnya. Pria berusia 40 tahun itu memilih untuk mengakhiri hidupnya lewat jalur eutanasia yang memang dibenarkan di negara asalnya, Belgia.

Setelah berkonsultasi dengan dokter, Lorenzo diizinkan untuk 'bunuh diri' lewat jalur medis. Namun, ada satu keinginan yang diajukannya. Seperti dilansir Dailystar.co.uk, ayah satu anak itu ingin mengakhiri hidupnya setelah menyaksikan laga tim kesayangannya, Club Brugge.

Alhasil, jadwal eutanasia pun diundur sehari. Lorenzo diberi kesempatan untuk menyaksikan langsung pertandingan Club Brugge di Divisi I Belgia, Minggu lalu.

Dia datang bersama putrinya yang baru berusia 7 tahun. Wajahnya pucat, badannya kurus, dan Lorenzo memutuskan untuk mengenakan topi demi menutupi kepalanya yang botak. Dengan mantel dan syal tebal, Lorenzo berusaha melawan dinginnya cuaca di hari terakhir tersebut.

Akhir Manis Belgia dan Italia di Fase Kualifikasi

Putrinya dengan setia menemani sang ayah. Mengenakan jersey merah milik Club Brugge, bocah itu seakan tak ingin jauh dari ayahnya.

Dia menggenggam erat tangan ayahnya dan mengikutinya kemana pun Lorenzo pergi. Dia seperti enggan melepas kehangatan tersebut karena besok, tangan yang tengah digenggamnya tidak lagi bisa mengelus kepalanya.  

Cerita Hazard Saat Jerseynya Jadi Rebutan Pemain Lawan

Dia sangat riang saat ayahnya mengajaknya bermain bola. Sebuah kesempatan yang tak akan didapatnya lagi saat hari berganti nanti. 

Lorenzo Schoonbaert (kanan)

3 Negara Lolos, Berapa Tiket ke Prancis yang Tersisa?

Lorenzo datang saat saat Brugge berhadapan dengan Moeskroen di Stadion Jan Breydel. Sekitar 20 ribu fans Brugge hadir pada pertandingan ini. Mereka datang untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Lorenzo.

Sebuah spanduk bertuliskan "You'll Never Walk Alone Lorre (panggilan Lorenzo) juga dibentangkan untuk membesarkan hati Lorenzo.

"Ini adalah keinginan terakhir saya. Sebelum wafat saya ingin menyaksikan timku memenangkan satu pertandingan lagi," ujar Lorenzo.

Bersama maskot tim dan putrinya, Lorenzo juga diberi kesempatan untuk berjalan ke tengah lapangan. Dia juga mendapat kehormatan untuk meniup peluit tanda laga dimulai.

Pertandingan berjalan imbang sepanjang babak pertama. Namun, di babak kedua, Brugge akhirnya berhasil memberikan ucapan perpisahan terindah bagi Lorenzo dengan menyarangkan tiga gol ke gawang lawan. Skor 3-0 bertahan hingga laga usai.

"Saya sangat senang luar biasa hari ini. Ini akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagi putri saya sehingga dia bisa menikmati hidupnya," kata Lorenzo usai laga.

"Mimpi terakhir saya sudah menjadi kenyataan. Sekarang saya bisa meninggal dengan tenang dan akan merayakannya di surga," ujarnya berurai air mata.

Kiper Club Brugge, Mathew Ryan, tidak bisa berkata-kata saat bertemu Lorenzo usai laga. Dia juga tak kuasa menahan haru saat berbincang dengan Lorenzo.

Sehari setelah pertandingan, pihak keluarga mengumumkan lewat Facebook bahwa Lorenzo telah menerima suntik mati. "Seperti yang dikatakannya, kita harus melihat ke atas, di sana kita lihat bintang bersinar, itulah Lorre (Lorenzo)," tulis keluarganya.

Sebelum meninggal, Lorenzo meninggalkan catatan bagi orang-orang yang dikasihinya. Dan tak lupa, di akhir catatannya, Lorenzo mengucapkan terima kasih kepada klub dan fans.

"Terima kasih kepada semua fans klub untuk hal-hal yang luar biasa dan penghormatan kalian. Terima kasih semuanya. You Never Walk Alone." (one)

![vivamore="
Baca Juga
:"]

Kisah Pesepakbola Tionghoa yang Memiliki 'Ritual' Unik

Kisah Pemain Legenda Arema Banting Setir Jadi Satpam

5 Klub Inggris Tersukses dalam Satu Dekade Terakhir

[/vivamore]

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya