SOROT 512

Manuver Demokrat dan Peta Koalisi Nostalgia

Pertemuan SBY dan Prabowo Subianto di kawasan Kertanegara, Jakarta Selatan
Sumber :
  • Abror Rizki

VIVA – Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera, Salim Segaf Al Jufri tanpa banyak basa-basi mengapresiasi langkah Susilo Bambang Yudhoyono yang mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada pemilu tahun 2019.

Gibran Ingin Bertemu Semua Lawan Politiknya, Ganjar Bilang Selalu "Open House"

Salim menyebut, pilihan Ketua Umum Partai Demokrat itu sudah tepat. Dia merujuk pada pernyataan SBY dalam pertemuannya dengan Prabowo. SBY dengan lugas mengatakan, "Kita datang dengan pengertian, Pak Prabowo adalah calon presiden kita.”

“Insya Allah itulah presiden kita tahun 2019-2024,” ujar Salim dalam konferensi pers bersama SBY di Jakarta pada Senin malam, 30 Juli 2018.

Soal Wacana PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Airlangga Sebut Bakal Bahas di Internal KIM

Masalahnya, siapa yang akan dipilih sebagai calon wakil presiden untuk mendampingi Prabowo. PKS memedomani rekomendasi forum Ijtima Ulama yang menyodorkan dua nama, yaitu Salim Segaf Al Jufri atau Ustaz Abdul Somad.

Pertemuan SBY dengan Salim Segaf Aljufri di Jakarta

Gibran Akui Ada Pembicaraan soal Kemungkinan Koalisi dengan PDIP

Pertemuan antara Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono dengan Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al Jufri

Salim tak menyinggung bahwa SBY memperkenalkan putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), sebagai calon wakil presiden yang diajukan juga untuk mendampingi Prabowo. Satu hal yang pasti ialah bahwa pertemuan itu sudah cukup sebagai isyarat bagi masing-masing partai dan Partai Gerindra untuk bersatu dalam ikatan koalisi. Mengenai calon wakil presiden dibahas belakangan.

SBY menyebut, pertemuan itu bukan hanya penting tetapi juga seolah mengulang kemitraan Partai Demokrat dan PKS selama dua periode dia menjadi presiden pada 2004-2009 dan 2009-2014. PKS memang menjadi anggota koalisi partai pemerintah kala itu dan beberapa kadernya duduk sebagai menteri, satu di antaranya ialah Salim Segaf Al Jufri sebagai menteri sosial.

“Kami malam ini bernostalgia, karena selama sepuluh tahun kami berada dalam pemerintahan. Berkoalisi pada 2004 dan diulangi dalam 2009,” kata SBY.

AHY atau Salim

Partai Demokrat menjamin, pilihan mendukung Prabowo dan berkoalisi dengan Partai Gerindra serta PKS ialah keputusan final. Demokrat mustahil mengubah sikap politiknya, atau berpaling ke kubu koalisi pendukung Joko Widodo. Sebab, sebagaimana dikatakan SBY, upaya itu sudah dicoba namun kandas gara-gara hubungannya dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang tak kunjung membaik.

“… bahwa di koalisinya Pak Jokowi kan ada partai yang tidak menginginkan Demokrat berada bersama koalisi Pak Jokowi, yaitu PDIP,” kata Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean, Kamis, 2 Agustus 2018.

Bagi Demokrat, tak mungkin berkoalisi ketika tidak ada kesesuaian pandangan. Maka Demokrat memutuskan bergabung dengan Gerindra dan memastikan koalisinya dengan PKS.

Selaras dengan yang disampaikan Salim saat bertemu SBY, masalahnya sekarang, kata Ferdinand, tinggal penentuan calon wakil presiden. Demokrat memang sedang menggadang-gadang AHY, seperti halnya saat berupaya bergabung dalam kubu Jokowi, namun bukan itu yang didesakkan kepada Prabowo.

Sebagaimana dikatakan SBY saat bertemu Prabowo, Demokrat menyerahkan sepenuhnya penentuan calon wakil presiden kepada sang calon presiden. Paling banter Demokrat hanya menyampaikan kepada Prabowo tentang elektabilitas AHY berdasarkan riset sejumlah lembaga survei. Tetapi, pada akhirnya dipilih atau tidak, semua berpulang pada Prabowo.

“Dan kita tidak jadikan AHY sebagai bargaining politic kita dengan partai-partai lain, ‘pokoknya kita ingin AHY jadi cawapres; kalau tidak, kita tidak mau, kita mundur dari koalisi’—tidak sama sekali seperti itu,” kata Ferdinand.

Pertemuan SBY-Prabowo Subianto, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Pertemuan SBY, AHY dan Prabowo 

PKS diyakini akan keberatan jika Prabowo memilih AHY sebagai pendampingnya. Sebab, partai itu telah sejak lama membangun hubungan dengan Gerindra, bahkan sejak Pemilu Presiden 2014 dan dalam sejumlah pemilihan kepala daerah.

PKS jauh-jauh hari juga sudah mengumumkan sembilan kader yang diusulkan sebagai calon presiden maupun calon wakil presiden. Seorang di antara sembilan kader itu ialah Salim Segaf Al Jufri, tokoh yang direkomendasikan pula oleh forum Ijtima Ulama. PKS masih berkukuh mengajukan satu di antara sembilan nama itu.

Belum terpikir sedikit pun bagi PKS untuk mengubah keputusannya. “Sembilan nama kader PKS yang diusulkan untuk menjadi capres atau cawapres merupakan amanat Majelis Syuro yg harus diperjuangkan secara maksimal oleh pengurus partai saat ini,” kata Direktur Pencapresan PKS, Suhud Alynudin kepada VIVA.

Bahkan, menurut Suhud, sama sekali belum dipikirkan opsi lain andai usulan-usulan PKS tak diterima dan ternyata Prabowo memilih orang di luar kesembilan nama itu. Satu hal yang pasti, mustahil bagi PKS untuk menyeberang ke kubu Jokowi dan meninggalkan Prabowo. “Hingga saat ini PKS tidak membuka opsi bergabung ke Pak Jokowi,” katanya menambahkan.

PKS malah cukup percaya diri bahwa Prabowo tak akan membuat keputusan yang mengecewakan. Bisa saja Prabowo mengabaikan sembilan nama yang diajukan PKS tetapi memilih usulan forum Ijtima Ulama, yang pada dasarnya ada satu tokoh PKS di situ, yakni Salim Al Jufri.

“Pada ahirnya Pak Prabowo akan memilih, insya Allah satu di antara dua hasil rekom Ijtima Ulama,” kata Wakil Sekretaris Jenderal PKS, Abdul Hakim. “Nanti teman-teman akan tahu ujung ceritanya. Kebersamaan PKS dan Gerindra sudah teruji,” katanya menambahkan.

Gerindra tak memungkiri bahwa nama AHY memang salah satu yang dipertimbangkan, selain nama lain termasuk Salim Al Jufri. Menurut Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani, pada prinsipnya semua yang diusulkan partai koalisi ditelaah dari berbagai aspek, terutama elektabilitas yang dapat mendongkrak perolehan suara Prabowo.

Muzani tak mengkhawatirkan pendirian PKS. Sebab, Gerindra dan PKS memiliki beberapa pengalaman serupa yang berpangkal pada silang pendapat penentuan calon. Begitu pula pada Pemilu Presiden tahun 2014. “Pada waktunya semuanya akan selesai. Memang kesabaran ini diuji,” ujarnya.

Muzani menolak berspekulasi tentang profil pilihan Prabowo kelak, orang yang diusulkan PKS atau selain itu. Namun, dia mengingatkan, Prabowo tak berkeberatan terhadap sembilan nama yang diajukan PKS. “Secara prinsip sebenarnya Pak Prabowo tidak ada handicap (rintangan) dengan teman-teman dari PKS, termasuk Ustaz Salim (Segaf Al Jufri).”

Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari memaparkan hasil survei Lembaga Survei Indo Barometer terhadap elektabilitas calon presiden pada pemilihan presiden 2019

PDIP tak gentar dengan formasi baru kubu Prabowo setelah kehadiran Demokrat dengan SBY sebagai pemain utamanya. “Kami tidak khawatir,” kata Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto kepada VIVA di Jakarta pada Rabu, 1 Agustus.

Bagi PDIP dan partai-partai pendukung Jokowi, bukan urusan partai besar atau partai kecil di kubu lawan, melainkan kandidat yang telah terbukti bekerja untuk rakyat. Rakyat jugalah yang akan menentukan.

Di kubu Jokowi, soal calon presiden sudah beres, tinggal menentukan calon wakil presidennya. Para pemimpin partai itu pun memercayakan sepenuhnya kepada Jokowi untuk memilih yang terbaik dan tak akan memprotes jika tak memuaskan satu di antara mereka.

“Kami yakin siapa pun calon wakil presiden yang nanti ditetapkan oleh Pak Jokowi, semua partai akan solid, karena itulah yang sudah dibangun sebagai komitmen para ketua umum parpol.” 

PAN Minta Kompensasi

PAN belum tegas memilih kubu Jokowi atau Prabowo. Partai itu kabarnya mengajukan sang ketua umum Zulkifli Hasan sebagai calon wakil presiden kepada Jokowi dan Prabowo. Namun sepertinya Jokowi maupun Prabowo kurang berminat.

Meski demikian, PAN mengakui bahwa kecenderungannya memang akan bergabung dengan koalisi pendukung Prabowo. Meski sejumlah tawaran PAN belum diterima oleh Gerindra, ada semacam perasaan yang mengarahkan sikap politik untuk bergabung dengan kubu Prabowo. “Sejauh ini ikatan emosional kita lebih ke Pak Prabowo,” kata Sekretaris Jenderal PAN, Edi Suparno, kepada VIVA pada Jumat, 3 Agustus.

“Dan bisa dilihat juga,” Edi memberikan bukti bahwa partainya kian berjarak dengan Jokowi, “apakah dalam pertemuan ketua umum (partai pendukung Jokowi), PAN diundang; dan bisa dilihat juga apakah pertemuan sekjen di Istana Bogor kita diundang. Padahal hingga hari ini PAN masih ada di pemerintahan.”

Masalahnya, kata Edi, PAN belum mendapatkan konsesi apa pun dari Prabowo, sementara posisi tawar Demokrat dengan AHY lebih kuat dan pintu di kubu Jokowi nyaris tertutup. PAN akan merasa lebih nyaman manakala ada semacam kesepakatan kompensasi, misal, porsi lebih besar di kabinet kalau Prabowo memenangkan Pemilu Presiden.

“Apa pun yang kita bahas, dan pertimbangan di internal PAN, tentu kita menghormati sikap dan usulan Partai Demokrat jika ingin mendorong AHY, karena dilihat dari berbagai hasil survei, elektabilitasnya juga cukup baik,” katanya.

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kanan) bertemu dengan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan (kiri)

Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan bersama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto

Edi berterus terang, profil AHY tak buruk-buruk amat sebagai calon wakil presiden untuk Prabowo. AHY tokoh muda dengan latar belakang pendidikan baik, mantan perwira militer dengan prestasi cemerlang. “Kita juga berharap AHY bisa menjadi salah satu opsi dari banyak opsi yang digelar bersama dan bicarakan bersama.”

Kemungkinan terburuknya bagi PAN ialah membentuk poros koalisi alternatif selain poros Jokowi dan poros Prabowo. Poros ketiga, Edi menganalisis, memang cenderung melemah tetapi masih ada peluang. Jika ada satu-dua partai di kubu Jokowi atau kubu Prabowo kecewa gara-gara tak mendapatkan kesepakatan yang diharapkan, bisa jadi mereka akan keluar dari masing-masing koalisi.

“Misalkan saja, saya berandai andai saja Pak Airlangga Hartarto (Ketua Umum Partai Golkar) tidak jadi cawapres lalu elite Partai Golkar mengatakan kita harus evaluasi di pilpres, bisa saja. Jadi kubu ketiga mungkin terjadi tapi enggak bisa di-planing (direncanakan).”

Panggung untuk AHY

Diakui atau tidak, eksistensi Demokrat dan SBY memang diperhitungkan di kubu Jokowi maupun Prabowo, meski kadar dan nilainya berbeda. Namun satu yang pokok ialah misi SBY untuk memberikan peran lebih atau panggung politik kepada sang putra mahkota AHY; meretas jalan untuk pemilu presiden tahun 2024.

Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research dan Consulting, Djayadi Hanan menganalisis, bahwa kubu Jokowi sudah sedari dini menyadari misi SBY ialah AHY. Maka memberikan kesempatan bagi Demokrat bergabung sama saja dengan membukakan jalan bagi AHY. Tak hanya posisi calon wakil presiden, bahkan jabatan menteri saja akan membuat AHY lebih leluasa mempersiapkan diri menyongsong 2024.

“Jadi, kalau Jokowi menang, dan AHY menjadi menteri, berarti dia (AHY) memiliki panggung yang cukup luas untuk melakukan konsolidasi sehingga memiliki kesempatan untuk melakukan konsolidasi untuk mempersiapkan pemilu 2024,” kata Djayadi.

PDIP, katanya, tentu saja tak akan rela kalau orang yang bukan kadernya menjadi besar berkat jalan yang dibukakan Jokowi. “Itu nanti dapat dianggap bahwa Jokowi ikut membantu mempersiapkan orang untuk di 2024 yang di luar kader PDIP.”

Panggung untuk AHY di kubu Gerindra, menurut Djayadi, lebih besar meski peluang Prabowo menang tak sebesar Jokowi. Posisi tawar AHY sebagai calon wakil presiden untuk Prabowo, didukung Demokrat, pun lebih besar dibanding yang diusulkan PKS atau PAN. Elektabilitas AHY lebih tinggi meski tak dominan dibanding nama lain yang sejauh ini telah beredar seperti Ahmad Heryawan, Anies Baswedan, dan Gatot Nurmantyo.

Aspek lain yang tentu saja dipertimbangkan oleh Gerindra ialah keberadaan SBY yang dianggap memiliki kemampuan untuk menyediakan logistik lebih besar untuk kampanye pemenangan dibanding partai lain. Tak dapat dimungkiri bahwa relasi dan jejaring SBY yang dibangun selama sepuluh tahun menjabat presiden tak dapat dikecilkan. Bisa jadi pula SBY-lah yang akan ditunjuk untuk memimpin koalisi dan kampanye.

Kemungkinan terburuknya ialah AHY tak dipilih oleh Prabowo sebagai calon wakil presiden. Demokrat diperkirakan tetap dalam koalisi, tak akan menyeberang ke kubu Jokowi, tetapi memainkan peran minimal. “Tetap bergabung di dalam koalisi tapi tidak optimal menggunakan mesin partai untuk Pilpres 2019, tapi dia fokus atau memaksimalkan mesin partai untuk memenangkan Pileg (Pemilu Legislatif),” kata Djayadi.

Direktur Eksekutif Charta Politica Yunarto Wijaya memaparkan survei nasional konstelasi elektoral Pilpres dan Pileg 2019

Direktur Eksekutif Charta Politica, Yunarto Wijaya memaparkan hasil survei nasional terkait Pilpres dan Pileg

Posisi PKS dan PAN kini, menurut Direktur Eksekutif Charta Politica, Yunarto Wijaya, bergantung sepenuhnya pada keputusan Prabowo, meski daya tawar PKS lebih kuat dibanding PAN. Kecil kemungkinan kedua partai itu menyeberang ke kubu Jokowi meski mereka kecewa andai AHY-lah yang dipilih Prabowo. Sebab hampir tak ada lagi ruang bagi PKS dan PAN di dalam koalisi Jokowi.

Yunarto meyakini, PKS dan PAN akan tetap di kubu Prabowo umpama AHY menjadi calon wakil presiden dan SBY yang memimpin koalisi. Lagi pula, PKS dan PAN sudah pernah bermitra dengan Demokrat kala SBY menjadi presiden; kedua partai sama-sama memiliki kader di kabinet kala itu.

“Dan saya tidak meyakini partai seperti PKS, misalnya, berani menyeberang ke Jokowi. (pertama), secara idelogi dan historis sangat sulit. Kedua, memilih sikap netral, saya tidak yakin juga. PKS dan PAN itu karakter partai yang enggak mau nganggur pada saat pilpres,” ujarnya. (mus)

Baca Juga

Peta Kekuatan Gerindra, Demokrat, PAN, PKS, Berkarya

Dilema PKS dan PAN 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya