VIVAnews - Kamar Dagang dan Industri Indonesia meminta pembahasan perubahan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) memasukkan lima poin. Salah satunya membebaskan barang dan jasa yang tidak dikonsumsi di wilayah pabean Indonesia dari PPN.
Selama ini Kadin menilai UU PPN belum mengakomodir semua kepentingan. Pemerintah masih memberlakukan kebijakan untuk kepentingan sendiri. "Kami sebagai pemangku kepentingan biasanya dikorbankan," kata Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Kebijakan Publik, Perpajakan dan Kepabeanan Sistem Fiskal dan Moneter Hariyadi Sukamdani
Kadin dimintai masukannya oleh pansus RUU pajak Komisi Keuangan dalam rapat di Gedung DPR, Jakarta, Senin 15 September 2008. Selain Kadin Indonesia, pansus juga meminta masukan dari Himpunan Bank-bank Negara.
Saat memberikan masukan, Kadin Indonesia menyampaikan lima pokok pikiran. Di antaranya, pertama, memaksimalkan netralitas dan mengurangi distorsi ekonomi. Dalam hal ini barang dan jasa yang tidak dikonsumsi di dalam wilayah pabean Indonesia seharusnya tidak dikenai PPN.
Pajak masukan nantinya dapat dikreditkan sehingga barang-barang produk Indonesia dapat bersaing dengan barang-barang produk negara lain, karena itu dalam harga ekspor seharusnya tidak terdapat unsur pajak. "Prinsip netralitas di dalam UU PPN semaksimal mungkin harus dipertahankan sehingga tidak menimbulkan distorsi dalam persaingan global," kata dia.
Kedua, menerapkan konsep yang konsisten. Dia mencontohkan bila suatu jasa merupakan jasa tidak kena pajak maka untuk usaha yang relatif sama agar diperlakukan sama. Perlakuan antara jasa keuangan baik perbankan maupun non perbankan yang konvensional seharusnya diberlakukan sama dengan jasa keuangan dan perbankan yang berasaskan yang tidak dikenakan PPN.
Ketiga, memberikan keadilan dan kepastian hukum dan tidak menimbulkan permasalahan politis karena diberlakukan tidak sama. Contohnya pembayaran berbasis syariah adalah transaksi pembiayaan yang berbasis PPN. Namun karena di dalam perjanjiannnya seakan-akan terjadi jual beli maka saat ini dikenakan PPN. Apabila dipaksakan dikenakan PPN, maka pembiayaan berbasis syariah tidak akan dapat bersaing dengan pembiayaan konvensional. "Untuk itu perlu ditegaskan bahwa pembiayaan berbasis syariah bukan sebagai obyek PPN," tegas Hariyadi.
Kadin juga mengharapkan UU PPN dapat mengurangi beban administrasi dan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, serta memaksimalkan potensi ekonomi.
VIVA.co.id
24 April 2024
Baca Juga :
Komentar
Topik Terkait
Jangan Lewatkan
Terpopuler
Selengkapnya
VIVA Networks
Setelah menang melawan Chef Arnold, mobil andalan Codeblu terungkap saat tiba di kediaman Denny Sumargo di Jakarta, baru-baru ini. Seperti yang terlihat dalam video singk
Benarkah Insecure Dosa? Begini Kata Habib Jafar
Sahijab
sekitar 1 bulan lalu
Istilah "insecure" erat kaitannya dengan tingkat percaya diri seseorang, yang merupakan perasaan yang dapat berubah sesuai dengan situasi yang dialami. Apakah ini dosa?
Polres Metro Jakarta Selatan telah mengamankan sejumlah selebgram dan seorang atlet esport berinisial HJ terkait dugaan penyalahgunaan narkoba dan telah jadi tersangka.
Beredar Undangan Diduga Resepsi Happy Asmara Dan Gilga Sahid Usai Kabar Nikah Siri
JagoDangdut
7 jam lalu
Gilga Sahid sempat membuat heboh dengan pernyataannya di depan publik saat manggung bersama Happy Asmara. Gilga pede menyebut Happy sebagai istri di depan umum
Selengkapnya
Isu Terkini