Uji Coba dari Yogya

Senin pekan depan alun-alun Keraton Yogyakarta rencananya bakal dipenuhi lima ribu orang. Warga sebanyak itu bakal menyokong Sultan Hamengkubuwono X bertarung merebut kursi Presiden 2009. Acara itu bertajuk Pisowanan Agung Keraton Yogyakarta.

Hasbi Hasan Dituntut 13 Tahun Bui, Pengacara: Tak Rasional, Seperti Balas Dendam

Hari-hari ini pertarungan merebut kursi tertinggi itu memang sudah hingar bingar. Sudah banyak calon yang maju duluan ke medan laga. Iklan calon presiden sudah bertaburan di media massa dan baliho di jalan-jalan. Dan sultan seperti berada di persimpangan jalan.Melaju ke kancah nasional atau tetap setia di daerah istimewa itu.

Rakyat Yogyakarta, kata Gandung Pardiman, salah seorang pengurus Golkar di sana, sesungguhnya terbelah dua. Ada yang sekuat tenaga mendorong Sultan ke pentas nasional, tapi banyak pula menahannya di Yogyakarta.

CEO Freeport Temui Jokowi di Istana, Bahas Smelter hingga Perpanjangan Izin Tambang

Dan selama ini sikap sultan terlihat mengambang. Tapi setelah pekan lalu dia menerima pinangan Partai Republikan menjadi calon presiden, publik politik percaya bahwa Sultan sedang mengatur langkah ke ranah politik nasional. Apel massa pendukung hari Senin pekan depan itu  dipercaya sebagai perayaan pertama memasuki pentas politik nasional. Dia ingin menjejaki langkah ayahnya, Hamengkubuwono IX, yang menjadi wakil presiden tahun 1973-1978.

Lahir pada 2 April 1946, anak pertama Sri Sultan Hamengkubuwono IX ini diberi nama Bandoro Raden Mas  Herdjuno Darpito. Ketika dewasa dia diberi nama Kanjeng Gusti Pangeran Haryo. Gelar itu sudah tradisi dalam keraton Yogyakarta.

Peremajaan Sawit Jauh dari Target, Airlangga: Hanya 50 Ribu Hektare per Tahun

Sebagai anak pertama laki-laki, dia ditetapkan sebagai putra mahkota. Dan setelah resmi menjadi putra mahkota, namanya berubah menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom  Hamengku Negara Sudibyo Raja Putra Nalendra Mataram.

Dia menyelesaikan sarjananya di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta. Setamat kuliah aktif di berbagai organisasi politik dan kemasyarakatan. Dia pernah menjadi Ketua Umum Kadin Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta, Ketua Golkar Yogya, dan Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) di provinsi itu.

Selain aktif di berbagai organisasi itu, dia juga terus berjuang keras membiakkan  bisnis warisan orangtuanya. Dalam PT Punokawan,perusahaan yang berusaha dalam bidang jasa dan konstruksi menjadi direktur utama, menjadi  Presiden Komisaris PG Madukismo, sebuah pabrik gula terbesar di provinsi itu.

Dia resmi menjadi raja pada 7 Maret 1989.Sejak saat itu pula dia resmi dipanggil Ngarso Ndalem. Karena Yogya merupakan daerah istimewa, maka sesuai undang-undang dia juga menjabat sebagai gubernur Provinsi Yogyakarta. Tapi dia lebih sohor sebagai Sultan ketimbang sebagai Pak Gubernur.

Sesungguhnya dia mulai merambah politik nasional sejak tahun 1998. Saat itu, bersama Abdurrahman Wahid, Amien Rais, dan Megawati Soekarnoputri  menggangap BJ Habibie, yang saat itu menjadi presiden, masih perpanjangan tangan Soeharto. Para tokoh itu menuntut reformasi total politik Indonesia.

Abdurrahman Wahid kemudian menjadi presiden mengantikan Habibie. Mengawati menjadi wakil presiden, Amien Rais menjadi Ketua Majelis Permusyawaratan Perwakilan (MPR), sedang Sultan kembali ke Yogyakarta. Jadi raja, juga gubernur provinsi itu.

Tapi namanya tetap beredar dalam pentas politik nasional. Jelang Pemilu 2009, sultan  masuk lima besar dalam berbagai polling calon presiden. Dalam polling Lingkaran Survey Indonesia (LSI) Desember 2007, sultan berada di posisi ke empat setelah Susilo Bambang Yudhoyono(SBY), Megawati Soekarnoputri dan Jenderal(Purn) Wiranto.
Dalam polling Lembaga Survei Nasional (LSN) Maret 2008, Sultan dijagokan responden sebagai calon presiden alternatif. Mengalahkan Prabowo Subianto, Hidayat Nurwahid, Akbar Tandjung dan sejumlah tokoh lainnya.

Selain modal dukungan publik itu, Sultan juga masuk nominasi calon presiden yang diusung Partai Golkar. Sejumlah partai lain yang juga pernah “naksir” dengan sultan adalah Partai Amanat Nasional(PAN). Abdillah Toha, Ketua Fraksi PAN di DPR pernah menjelaskan,”Secara resmi kami belum memutuskan,namun kami lebih senang dengan Sultan.”

Dukungan yang lebih terkini adalah Partai Republikan yang menemuinya pekan lalu. Jawaban ya, atas permintan Partai Republikan itu adalah tanda bahwa sultan sedang mencoba peruntungan politik di tingkat nasional.

Meski tidak dikarunia anak lelaki, yang dianggap pewaris resmi kerajaan, dia tidak punya niat mencari istri kedua. “Nanti saya tidak bisa bersikap adil,” katanya suatu ketika. Dalam tradisi kerajaan Mataram, katanya, seorang raja punya hak membuat aturan dan perubahan. Termasuk aturan untuk raja sendiri untuk tidak berpoligami.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya