Mas Ahmad Santoso

Meributkan Agenda yang Tak Penting

Banyak kalangan menilai, diputuskannya usia pensiunan hakim agung hingga mencapai 70 tahun sangat tidak efektif dan terlalu mengada-ada, aneh dan tidaklah objektif. Bahkan DPR seharusnya tidak perlu sibuk mempersoalkan isu RUU Mahkamah Agung.

Respons Nagita Slavina Saat Tyas Mirasih Ingin Jual Tas demi Biaya Pengobatan

Usia 70 tahun bukanlah usia yang produktif untuk seorang hakim agung untuk dapat berfikir dan melakukan apa-apa. Pendapat
lain menilai, justru usia 70 tahun biasanya orang akan semakin matang, bijak dan jujur dalam berfikir dan bertindak.

Dengan demikian tidak perlu dipersoalkan. Seperti halnya Adnan Buyung Nasution anggota Wantimpres yang usianya sudah diatas 70 tahun masih terlihat energik, matang dan lebih mampu memutuskan satu persoalan secara bijak. Hanya saja persoalannya lebih pada fisik.

Berkaca dari itu, pakar hukum dan juga pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Mas Ahmad Santosa menilai, sebetulnya dalam kondisi normal seperti ini isu usia pensiun atau perpanjangan hakim agung tidak perlu dijadikan persoalan apalagi sampai harus diperdebatkan.

Kontroversi yang terjadi di DPR maupun masyarakat seputar perpanjangan usia hakim agung menunjukan kondisi yang wajar. Dimana sistem peradilan Indonesia masih belum normal, akibatnya kontrobversial itulah yang menyebabkan terjadinya manipulasi
keadilan yang melibatkan hakim, jaksa, polisi dan advokat.   

Dia juga melihat advokat sekarang ini menjadi profesi yang merusak tatanan hukum dna memicu judicial corruption tanpa adanya upaya apa-apa dari organisasi profesi mereka.

Kubu Anies dan Ganjar Ingin Hadirkan Menteri jadi Saksi di MK, Airlangga Hartarto Beri Jawaban

"Ini yang sangat disayangkan, mereka punya organisasi tetapi tidak melakukan upaya apapun untuk memberi dorongan dan masukan ke DPR," ujar Mas Ahmad Santoso.

Selain itu, dia melihat isu perpanjangan usia hakim agung ini menjadi tidak menarik dan tidak tepat waktu dan momentumnya. Sebab saat ini yang lebih penting dan utama dari RUU MA bukan perpanjangan usia, melainkan bagaimana memberikan wadah pada reformasi yang kini sedang berlangsung.

Sebagai contoh, seperti mengenai pembatasan kasus yang bisa kasasi, pengurangan jumlah hakim agung, isitem kamar (chambers),
pola hubungan dengan Komisi Yudisial, dan mekanisme akuntabilitas lainnya.

Dia melihat dinamika yang terjadi sekarang ini, DPR dianggapnya tidak peka terhadap kondisi tersebut, DPR hanya menyentuh isu-isu tidak signifikan dalam RUU MA.

"Karena itu, untuk saat ini belumlah tepat momentumnya, bahkan yang terutama sekarang adalah menuntaskan agenda reformasi birokrasi peradilan karena renumerasi sudah ditingkatkan dalam jumlah yang signifikan," terang Mas Ahmad.

Melihat kontroversi yang terjadi di DPR dan masyarakat, Mas Ahmad Santosa menilai bahwa perpanjangan usia bukan merupakan
agenda reformasi birokrasi peradilan, tetapi hanya sebuah agenda yang tidak penting untuk dibahas dan justru hanya menimbulkan perdebatan panjang.

Dengan demikian, saat ini yang paling penting dilakukan DPR adalah melakukan reformasi hukum ketimbang mempersoalkan masalah usia hakim agung yang tidak terlalu harus diperdebatkan, karena memang belum saatnya dan bukan moment yang tepat membicarakan masalah tersebut. Yang terpenting adalah bagaimana reformasi hukum dapat berjalan.*

Berduka Atas Meninggalnya Ayah Nassar, Inul Daratista Beri Doa Terbaik
Gambar Nyamuk DBD

Health Minister Ensures Hospitals Ready to Handle Dengue Patients

The number of dengue fever cases in Indonesia has increased, with over 35,000 patients so far. Meanwhile, 390 people have died due to dengue fever.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024