Operasi Budhi Mengusik Soekarno

KORUPSI adalah penyakit akut di Indonesia. Bahkan telah lahir sebelum negeri ini ada. Menurut riset wartawan VIVAnews, cerita korupsi di Indonesia tercatat sejak bangkrutnya VOC pada 1799.
 
Kongsi dagang yang memiliki armada kapal hampir di seluruh dunia itu meninggalkan utang 140 juta gulden. Kebangkrutan itu ditengarai karena perilaku koruptif para pengurusnya.

TKN Prabowo-Gibran Yakin MK Tolak Permohonan Anies dan Ganjar

Paskakemerdekaan, pemerintah berbenah. Menteri Keuangan Sumitro Djojohadikusumo melalui suratnya bernomor 728/M.K tanggal 8 Oktober 1955, meminta pemberantasan korupsi dilakukan dengan memperbaiki peraturan yang ada.

Pada masa orde lama ini, pemerintah telah membentuk dua badan pemberantasan korupsi. Pertama, Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran).

Presiden Soekarno menunjuk Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan AH Nasution dan Prof. M Yamin serta Roeslan Abdulgani untuk memimpin lembaga ini.

Paran bertugas mengumpulkan daftar kekayaan pejabat negara. Tugas ini tak gampang. Pejabat korup di masa itu ketar-ketir. Berbagai cara mereka gunakan untuk menentang sepak terjang tiga serangkai antikorupsi itu.

Salah satu kiat yang digunakan, para pejabat menolak menyerahkan daftar kekayaannya kepada ke Paran. Mereka meminta menyerahkannya langsung ke Presiden. 

Verrell Bramasta Pamer Momen Liburan ke Jepang, Boyong Ibunda Usai Lebaran

Belakangan, para pejabat itu menggunakan jurus pemungkasnya; sistem politik. Soekarno pun tak berdaya. Akhirnya, kandaslah upaya memerangi korupsi tiga serangkai itu.

Tugas Paran diserahkan kepada pemerintah berkuasa, yakni Kabinet Juanda.

Direstui Surya Paloh untuk Maju Pilkada DKI 2024, Anies Baswedan Bilang Begini

Soekarno kembali mecanangkan gerakan antikorupsi pada 1963. Melalui Keputusan Presiden No 275 tahun 1963, Presiden Sukarno menghidupkan upaya pemberantasan korupsi.

Lagi-lagi, Soekarno menunjuk Nasution menjadi ketua dan dibantu Wiryono Prodjokusumo. Gerakan antikorupsi kali ini bersandi "Operasi Budhi". Tugasnya adalah meneruskan kasus korupsi hingga ke pengadilan.

Target lainnya adalah membongkar perusahaan negara yang bobrok. Ternyata ini menjadi masalah. Dirut Pertamina saat itu menolak diperiksa.

Si Dirut langsung melapor ke Soekarno dan minta ditugaskan ke luar negeri. Gawatnya Soekarno setuju. Tumpullah Operasi Budhi. Bahkan untuk menyentuh pegawai kelas dua yang korup pun mereka tak berdaya.

Kendati demikian, Operasi Budhi mencatat prestasi menyelamatkan uang negara Rp 11 miliar. Angka yang cukup besar di masa itu.

Belakangan justru Soekarno yang merasa terusik dengan Operasi Budhi. Masalahnya, Nasution mencium korupsi dalam pemerintahan Soekarno.

Itulah sebabnya Wakil Perdana Menteri Soebandrio mengumumkan pembubaran Paran dan menghentikan Operasi Budhi. Soekarno menyatakan memimpin sendiri pemberantasan korupsi.

Paran kemudian berganti nama menjadi Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (Kotrar). Presiden Sukarno dibantu langsung oleh Soebandrio dan Letjen Ahmad Yani.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya