Perjalanan Jatuh Bangun Leicester dari Masa ke Masa

Manajer Leicester City, Claudio Ranieri.
Sumber :
  • REUTERS

VIVA.co.id - Siapa yang mengaku tahu, Leicester City akan jadi salah satu penantang kuat titel Premier League musim ini, adalah orang yang jenius, dukun atau seorang pembual. The Foxes menjadi tim favorit kedua banyak orang musim ini, dan harus diakui performa mereka memang mengagetkan.

Dilansir dari the Sun pada Sabtu, 6 Februari 2016, kisah mereka dalam 18 bulan terakhir menarik untuk dilihat. Ada banyak cerita dalam klub, yang baru mendapat promosi ke Premier League musim lalu itu, sebagai alasan banyak orang untuk mulai jatuh cinta pada mereka.

April 2015, Leicester yang ditangani Nigel Pearson, sudah terancam terjatuh lagi ke Championship. Namun, tujuh kemenangan dalam sembilan pertandingan terakhir, berhasil membawa mereka keluar dari zona degradasi dan finis di posisi 14. Berikut adalah kisah mereka sejak dimulainya era Premier League:

Masa Baik 1996/1997 - 2000/2001

Emile Heskey muda akhirnya menjejakkan kaki di Premier League, bersama dua pemain senior Steve Claridge dan Tony Cotte. Leicester yang ditangani Martin O'Neil, mengalami empat tahun yang cukup baik sebagai tim papan tengah.

Mereka finis di antara posisi sembilan dan 13, termasuk dua kali memenangi Piala Liga, memberi mereka tiket ke kompetisi yang dulu bernama UEFA Cup (kini Liga Europa). Emile Heskey kini dikenal sebagai salah satu striker Liverpool, namun debut profesionalnya dimulai dari Leicester.

Heskey adalah produk akademi Leicester City, yang naik ke tim utama pada 1995. Sukses bersama Leicester, Liverpool membelinya dengan nilai transfer £11 juta pada 2000, dan memecahkan rekor transfer. Jadi kisah striker hebat di Leicester, seperti Jamie Vardy saat ini, bukan pertama kalinya.

berikutnya Masa Buruk ..



Masa Buruk 2001/2002 - 2006/2007

Setelah ditinggal Heskey, musim 2001/2002 menjadi bencana bagi Leicester. Mereka finis di posisi terakhir, terlempar ke Divisi Satu (kini Championship). Mereka hanya memenangi lima pertandingan di sepanjang musim, kalah 20 kali dan hanya mencetak 30 gol.

Empat manajer datang dan pergi selama satu tahun yang penuh bencana. Micky Adams membawa Leicester finis sebagai runner up Divisi Satu, dan mendapat promosi lagi ke Premier League pada musim 2003/2004.

Namun, bencana belum berakhir, the Foxes hanya finis di posisi 18 dan kembali lagi ke Championship. Micky Adams dipecat. Selama tiga musim selanjutnya, Leicester terpuruk dengan hanya finis di posisi 15 (2004/2005), 16 (2005/2006), dan 19 (2006/2007) di kasta kedua liga Inggris itu.

Masa Terburuk 2007/2008

Setelah tiga musim tertahan di Championship, suporter tidak mengira ada bencana lebih buruk yang bisa terjadi. Mereka hanya menang 12 kali dari 46 pertandingan di musim 2007/2008, sehingga harus turun lagi ke kasta ketiga, League One.

Membangun Kembali 2008/2009 - 2014/2015

Gol tidak menjadi masalah bagi Leicester, saat memulai kehidupan di kasta ketiga sepakbola Inggris. Di bawah penanganan Nigel Pearson, the Foxes mencetak 84 gol, dan hanya kalah empat dari 46 pertandingan untuk memenangi League One. Mereka pun kembali ke Championship.

Kembalinya Leicester, disertai performa yang cukup kuat. Mereka finis posisi lima di musim 2009/2010, tapi kembali turun ke posisi 10 lalu sembilan di dua musim berikutnya. Musim 2012/2013 Leicester finis di posisi enam, tapi gagal dalam play-off untuk promosi ke Premier League.

Musim 2013/2014 jadi awal kebangkitan Leicester. Mereka memenangi 31 pertandingan dan menjadi juara Championship, lalu kembali ke Premier League. Performa cukup kuat, seolah menjelaskan dari mana kekuatan pemain-pemain bagus Leicester, yang tidak populer sekarang ini.

Tapi, di musim pertama mereka kembali ke Premier League, setelah satu dekade berjuang di level bawah, berjalan tidak mulus. Mereka hampir kembali terjerumus ke Championsip, walau akhirnya mampu bertahan, dengan susah payah finis di posisi 14 pada akhir musim.

berikutnya, Lompatan ..



Lompatan 2015/2016

Claudio Ranieri yang ditunjuk sebagai manajer awal musim ini, bercerita bahwa pemilik klub, Vichai dan putranya Aiyawatt, berencana membuat Leicester jadi klub lebih baik di Premier League. Namun, mereka sudah siap menghadapi risiko terburuk yaitu degradasi.

"Saya tidak menduga ketika menandatangani kontrak bahwa pada Desember kami akan berada di puncak klasemen. Dua hal sangat fantastis buat saya," kata Ranieri, menyebut tentang sikap pemilik klub. [Baca: Leicester Impresif karena Sikap Bijak Pemilik Klub]

Hal luar biasa pertama adalah keinginan pemilik klub, untuk membuat Leicester tetap bertahan di Premier League dalam dua musim ke depan. Selanjutnya adalah berusaha naik ke peringkat lebih baik. Jadi tidak ada keinginan muluk dari sang pemilik.

"Hal fantastis lain adalah saat putranya bertanya pada saya, jika situasi menjadi buruk (degradasi), apakah saya bersedia tetap bersama mereka di Championship. Saya katakan, ya, saya akan tinggal di sini (Leicester)," ujar Ranieri.

Menurutnya, sikap pemilik klub, ayah dan putranya, memperlihatkan keseimbangan. Mereka punya harapan, tidak penuh omong kosong, ditambah dengan komitmen dan dukungan terhadap manajer.

Leicester masih berada di puncak klasemen, hingga pertandingan ke-24 musim ini. Masih tersisa 15 pertandingan, melalui beberapa ujian berat seperti laga melawan Manchester City malam ini. Mampukah mereka benar-benar melakukan lompatan jauh musim ini?

Moyes Sukses Ajak 2 Bek MU Merapat ke Sunderland
Manajer Liverpool, Juergen Klopp.

Liverpool Tunjuk Direktur Sepakbola untuk Pertama Kali

Klopp menginginkan posisi itu untuk mengurangi beban kerjanya.

img_title
VIVA.co.id
4 November 2016