Kilas 2012: "Rekor" Fantastis Sepakbola Indonesia

Gunawan Dwi Cahyo (kanan) saat Indonesia melawan Bahrain
Sumber :
  • daylife.com

VIVAbola - Tahun 2012 hanya tinggal hitungan hari. Namun, sepertinya tidak ada yang bisa dibanggakan dari sepakbola Indonesia selama setahun belakangan ini. Kisruh di tubuh PSSI yang tak kunjung berakhir membuat prestasi Merah Putih sulit beranjak dari keterpurukan.

Tahun ini boleh dikatakan sebagai titik nadir sepakbola Indonesia. Beragam "rekor" buruk tercipta sepanjang tahun ini. Yang tak akan terlupakan adalah kekalahan 0-10 yang diderita Timnas saat bertemu Bahrain di penyisihan Pra Piala Dunia 2014, 29 Februari lalu.

Saat itu, Indonesia bergabung di E Zona Asia. Selain Indonesia dan Bahrain, dua tim lainnya, yakni Qatar dan Iran berada di grup ini.

Duel Indonesia vs Bahrain digelar di Bahrain National Stadium. Pertandingan berlangsung panas. Tuan rumah yang membutuhkan kemenangan besar untuk lolos langsung tampil menekan sejak menit-menit awal.

Baru dua menit berjalan, Indonesia harus kehilangan Samsidar. Kiper Semen Padang itu dikartu merah karena melakukan pelanggaran saat berhadapan dengan Ismael Abdilatief di dalam kotak terlarang. Ismael yang maju sebagai eksekutor sukses menjalankan perannya.

Selepas gol ini, Indonesia tak mampu berbuat banyak. Dengan hanya mengandalkan 10 pemain, Indonesia pun menjadi bulan-bulanan tuan rumah. Sebanyak 9 gol lagi menghujani gawang Tim Garuda. Angka ini bahkan bisa saja bertambah seandainya tuan rumah mampu memaksimalkan empat penalti yang mereka dapat.

Andik Vermansyah Absen di Seleksi Timnas Tahap Kedua

Beruntung, Bahrain hanya mampu mencetak dua gol saja dari titik putih. Duel juga berlangsung panas. Selain Samsidar, pelatih Indonesia kala itu, Aji Santoso juga diusir wasit. Belakangan, Aji dijatuhi denda dan larangan mendampingi tim dalam empat pertandingan interansional.

Ini merupakan kekalahan terburuk sepanjang sejarah timnas Indonesia bertarung di pentas resmi. "Rekor" sebelumnya tercatat saat Indonesia menjajal Denmark di Kopenhagen, 3 September 1974. Dalam laga persahabatan ini Indonesia dicukur dengan skor telak 0-9.

FIFA sempat curiga ada yang tidak beres dengan pertandingan ini. Maklum, saat itu Bahrain masih berpeluang lolos dari lubang jarum dengan catatan merebut kemenangan minimal 0-9 dari Indonesia dan berharap Qatar kalah melawan Iran di laga lainnya. Sayangnya, skenario ini tidak berjalan mulus, karena Iran dan Qatar bermain imbang 2-2.

Tak hanya FIFA, PSSI juga ikut-ikutan melakukan investigasi terhadap para pemain. Penanggung Jawab Timnas, Bernhard Limbong dengan tegas akan mencari pemain yang tega mengkhianati bangsa sendiri. Sayangnya, baik penyelidikan yang dilakukan FIFA maupun PSSI tidak menemukan bukti apapun terkait adanya pengaturan skor.

Banyak yang menyesalkan kekalahan ini. Bahkan, tak jarang yang menuntut Ketua PSSI, Djohar Arifin Husin mundur dari jabatnnya. Pasalnya, pada pertandingan ini, Indonesia tampil bukan dengan kekuatan terbaik.

Dualisme kompetisi dan organisasi mengakibatkan Timnas hanya diperkuat oleh pemain dari Indonesian Premier League (IPL). Saat itu, PSSI memilih untuk melarang pemain-pemain dari Liga Super Indonesia (ISL) untuk bergabung dengan Tim Garuda. Namun, Djohar bergeming dan berdalih kekalahan itu bukan salahnya.

Rangking FIFA Terjun Bebas

Arema Rela 'Peras Otak' Demi Timnas Indonesia

Keterpurukan prestasi sepakbola Indonesia juga berimbas kepada posisi Indonesia pada rangking FIFA. Data yang dirilis FIFA per 8 Agustus 2012 mencatat Indonesia berada di posisi ke-159. Ini merupakan "rekor" terendah Tim Garuda sepanjang sejarah. Poin yang dikumpulkan Indonesia hanya 128, jauh lebih buruk dari pada poin sebelumnya 156 poin. Posisi mereka di klasemen pun terpaksa turun enam peringkat ke 159.

Timnas Indonesia Piala AFF 2012

TC Timnas Hari Kedua, Boaz Jalan-jalan di Pinggir Lapangan

Dalam cakupan wilayah Asia Tenggara, peringkat Indonesia saat itu sangat tertinggal dari negara-negara tetangga, bahkan dari Filipina (150 dengan 167 poin). Malaysia berada di peringkat 158 dengan 134 poin. Sementara Thailand mendapat peringkat terbaik di posisi 133 (234 poin), diikuti Vietnam di peringkat 146 dengan 183 poin.

Peringkat terendah sebelumnya berada di posisi ke-153 yang terjadi pada Desember 2006. Sedangkan, posisi terbaik yang pernah diraih Indonesia adalah peringkat ke-76, yang dicapai pada September 2008 usai bermain gemilang di Piala Asia 2007 dan beberapa laga ujicoba.

Peringkat Indonesia saat ini mulai membaik. Terakhir, Tim Merah Putih bercokol di urutan ke-156 dengan 143 poin. Dalam data yang dirilis FIFA, 19 Desember lalu, Indonesia berhasil melewati peringkat Malaysia yang melorot ke urutan ke-158 dengan 133 poin.

Pasar Menggiurkan Tim-tim Eropa

Meski prestasi sepakbola kian terpuruk, Indonesia masih punya magnet bagi tim-tim elite dunia. Terbukti, sepanjang tahun ini, Indonesia masih kedatangan tim sekelas Inter Milan. Kehadiran tim berjuluk Nerazzurri itu dipromotori oleh koran olahraga TopSkor.

Pertandingan digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, 26 Mei 2012. Sayangnya, dalam laga ini, Indonesia harus menyerah 2-4 dari Javier Zanetti dan kawan-kawan. Dua gol timnas dicetak oleh Patrich Wanggai dan Yoshua Pahabol. Sedangkan empat gol Inter dicetak Philippe Countinho (2 gol) dan Giampaolo Pazzini (2 gol).

Indonesia kembali menjajal kekuatan tim asal Spanyol, Valencia, 4 Agustus 2012. Pada pertandingan yang juga digelar di SUGBK ini, Indonesia kembali menyerah  0-5.

Inter Milan Vs Indonesia

Pada 23 Juli 2012, giliran wakil Premier League, Queens Park Rangers yang menyambangi Indonesia. Dalam kunjungannya, tim berjuluk The Hoops tersebut menjajal kekuatan tim peserta Indonesian Premier League (IPL), Persebaya Surabaya.

Pertandingan yang digelar di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya itu berakhir dengan skor 2-1 untuk kemenangan QPR. Pertandingan ini juga sempat diwarnai dengan insiden mati lampu selama hampir 10 menit.

Kegagalan di Piala AFF 2012

Keterpurukan kembali melanda Indonesia saat tampil di Piala AFF 2012. Pada turnamen dua tahunan ini, Indonesia tersingkir di babak penyisihan usai mengantongi satu kemenangan, satu hasil imbang dan sekali kalah.

Bergabung di Grup B, Indonesia ditahan imbang Laos 2-2 di laga pembuka yang digelar di Stadion Bukit Jalil, Malaysia, Minggu, 25 November 2012. Tiga hari kemudian, Indonesia secara mengejutkan mampu mengalahkan Singapura 1-0. Ini merupakan kemenangan pertama Tim Merah Putih saat bertemu The Lions sepanjang sejarah Piala AFF.

Striker Indonesia, Irfan Bachdim (kanan) saat lawan Singapura

Sayangnya, di laga penentuan, 1 Desember 2012, Indonesia tak mampu berbuat banyak. Menghadapi Malaysia yang juga membutuhkan kemenangan untuk lolos ke babak berikutnya, pasukan Nil Maizar yang diperkuat pemain-pemain dari IPL dipaksa menyerah dengan skor 0-2.

Pemain Merana

Sepakbola Indonesia 2012 juga masih diwarnai dengan kesulitan sejumlah klub memenuhi kewajibannya kepada para pemain. Kejadian ini bahkan menimpa sederet klub yang berlaga di pentas tertinggi kompetisi Indonesia, baik itu ISL maupun IPL.

Situasi ini pun membuat Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI) sempat mengancam akan menggalang aksi mogok bila permasalahan tak juga selesai. APPI juga telah menemui kedua pengelola kompetisi, yakni PT Liga Indonesia dan PT Liga Prima Indonesia Sportindo untuk membicarakan masalah ini.

Tertundanya pembayaran gaji ini telah membuat sebagian pemain terlunta-lunta. Bahkan, beberapa pemain asing harus hidup menderita karena kekurangan uang. Sebagian ada yang terpaksa harus mengemis di pinggir jalan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Beragam cara telah dilakukan para pemain untuk mendapatkan kembali haknya. Mulai menemui langsung manajemen hingga menggalang aksi mogok latihan.

Pemain asal Guinea, Camara Abdoulaye Sekou bersama pemain asal Jepang, Masahiro Fukasawa bahkan nekat mendatangi PSSI. Camara merupakan pemain Persipro Probolinggo, sedangkan Fukasawa pemain Bontang FC.

Saat berkunjung ke kantor PSSI beberapa waktu lalu, Camara mengaku baru menerima Rp25 juta dari total Rp150 juta bayarannya. Sedangkan Fukasawa harus hidup menumpang di tempat rekannya karena tak memiliki uang lagi setelah klub Bontang FC menunggak pembayaran gajinya hingga berbulan-bulan.

Meninggalnya Diego Mendieta

Puncak keprihatinan terhadap kondisi ini adalah ketika salah seorang pemain Persis Solo, Diego Mendeita meninggal dalam kondisi keuangan yang mengenaskan. Pemain asal Paraguay itu tidak bisa memenuhi keinginannya untuk dirawat di tanah kelahirannya akibat tak punya uang. Gajinya selama 4 bulan tak kunjung dibayar Persis.

Mendieta meninggal di RS Dr Muwardi, Solo, 4 Desember lalu. Dokter mendiagnosa Mendieta terjangkit virus citalomegalovirus. Selama hidupnya, Mendieta sudah beberapa kali keluar masuk rumah sakit.

Kado Natal FIFA

Minimnya prestasi sepakbola Indonesia pada 2012 semakin lengkap dengan kisruh di tubuh PSSI yang tak juga berakhir. Situasi ini membuat sepakbola Indonesia kembali dibayangi oleh sanksi FIFA.

Permasalahan sebenarnya sudah mencuat sejak 2011 lalu saat sebagian besar anggota PSSI melayangkan mosi tidak percaya kepada ketua umum hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Solo, Djohar Arifin Husin. Mereka kemudian menggelar KLB di Ancol, Jakarta, Maret 2012 dan mengangkat La Nyalla Mattalitti sebagai ketua umum PSSI yang baru. PSSI kubu La Nyalla juga memiliki kompetisi sendiri.

Perpecahan ini terus meruncing. FIFA pun turun tangan dan mengancam akan menjatuhkan sanksi bila PSSI gagal menyelesaikannya hingga batas waktu yang diberikan, yakni paling lambat 20 Maret 2012.

Indonesia gagal memenuhinya. Hingga batas waktu yang diberikan, kisruh sepakbola Tanah Air tak juga mereda. Parahnya, kedua kubu sama-sama membentuk timnas proyeksi Piala AFF 2012.

Akhir Maret, FIFA akhirnya merilis keputusannya. Indonesia bisa bernafas lega karena otoritasi tertinggi olahraga sepakbola di dunia tersebut memberikan tambahan waktu hingga 15 Juni 2012. FIFA selanjutnya membentuk tim Task Force yang dihuni Wakil Presiden AFC, Prince Abdullah Ibnu Sultan Ahmad Shah; anggota Exco FIFA dan AFC, Dato' Worawi Makudi; Sekjen AFC, Alex Soosay; dan Ketua Asosiasi Anggota dan Hubungan Internasional, James Johnson. Tim ini ditugaskan FIFA untuk bantu menyelesaikan kisruh di tubuh PSSI.

Aksi Demo Suporter di PSSI

Pada 7 Juni 2012, kedua kubu sepakat untuk bertemu di Kuala Lumpur, Malaysia. Di hadapan Tim Task Force, kedua pihak sepakat untuk menandatangani nota kesepahaman bersama (MoU) dan membentuk Joint Committee (Komite Bersama). Komite ini dihuni perwakilan dari kedua kubu yang bertikai dan bertujuan untuk memuluskan poin-poin pada MoU.

Belakangan, PSSI membatalkan MoU tersebut dan menggelar kongres di Palangkaraya, 10 Desember 2012. Pada hari yang bersamaan, PSSI KLB Ancol juga menggelar Kongres di Jakarta.

Situasi ini pun membuat posisi Indonesia kembali rawan akan sanksi FIFA. Apalagi, beberapa hari sebelumnya, FIFA telah mengirim surat kepada Menpora --masih dijabat Andi Mallarangeng-- yang mengingatkan soal batas akhir penyelesaian kisruh PSSI yakni pada 10 Desember 2012.

Banyak pihak mulai pasrah dengan nasib Indonesia. Namun, FIFA secara mengejutkan kembali memberikan tambahan waktu bagi Indonesia. Usai menggelar rapat Komite Eksekutif (Exco) di Jepang, 14 Desember 2012, Presiden FIFA, Sepp Blatter pun mengumumkan keputusannya.

Rapat Akbar Sepakbola Nasional

"Semula saya beropini untuk sudah saatnya berhenti di sini, tapi Exco berpendapat lain. Jadi, ini seperti anggota Exco memberi kado Natal atau kado akhir tahun buat Indonesia karena tidak dihukum," ujar Blatter dalam konferensi pers di Tokyo, Sabtu 15 Desember 2012.

Ya, Indonesia diberi waktu hingga Maret 2013. Menurut Blatter, ini adalah batas paling akhir dari kesabaran FIFA. Apakah keputusan ini akan menjadi kado tahun baru yang manis atau sebaliknya? Kita tunggu saja babak baru kisruh PSSI tahun depan. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya