Andik Vermansyah: Bermain di Amerika, Saya Bisa

Andik Vermansyah (kiri) bersama pelatih DC United, Ben Olsen
Sumber :
  • dcunited.com

VIVAbola - Kesempatan menjalani trial di salah satu klub elite kompetisi sepakbola Amerika Serikat alias Major League Soccer (MLS), DC United benar-benar dimaksimalkan Andik Vermansyah. Penyerang lincah milik Persebaya Surabaya itu mulai merintis misi besar memulai karir internasional di lapangan hijau.

Tekad selangit itu membuat latihan bersama di DC United selama 10 hari bisa dijalani dengan penuh semangat oleh Andik. Kendati pemain 21 tahun itu harus menempuh perjalanan tanpa satu pun orang terdekatnya dari Tanah Air. Ia hanya ditemani oleh agennya, Mulyawan Munial selama berada di Negeri Paman Sam.

Banyak hal diungkap Andik tentang pengalaman singkatnya berguru di Amerika. Berikut hasil wawancara VIVAbola dengan Andik usai menjalani latihan perdana bersama Persebaya sepulang dari Amerika.

Bagaimana kondisi fisik usai perjalanan jauh dari Amerika?
Masih terasa jetlag, ngantuk terus. Makanya banyak kesempatan saya buat tidur setiba di Surabaya. Ini penerbangan terlama yang pernah saya alami, 14 jam ditambah transit 8 jam di Dubai. Memang terasa berat awalnya, tetapi setelah dijalani cukup menyenangkan juga. Meski hanya jalan berdua dengan Muly Munial.

Apa kesan pertama ketika tiba di Amerika?
Di Amerika sempat kaget juga saat tiba di Bandara New York. Kok kondisinya sama dengan Indonesia? Bandar udaranya kan jauh dari Kota New York. Namun, setelah memasuki kota, baru terlihat gedung-gedungnya megah. Tertata rapi, begitu juga dengan jalan-jalannya.

Bagaimana sambutan elemen tim DC United?
Di bandara hanya utusan tim yang datang menjemput. Tidak ada manajemen atau pelatih yang datang, tapi saya pikir itu normal. Semua klub rata-rata sambutannya begitu. Bahkan, ketika di markas DC United kami dicuekin.
Hanya pelatih (Ben Olsen) yang ramah. Dia selalu menyapa tiap
kali bertemu. Sambutan pemain baru berubah usai istirahat sehari langsung jalani latihan. Alhamdulillah, setelah saya main selama 45 menit dalam ujicoba, sudah banyak pemain yang mulai menyapa. Tapi repotnya, hanya bisa menggunakan bahasa isyarat. Saya kan gak bisa Bahasa Inggris.

Apa perbedaan mendasar gaya bermain di DC United dengan Persebaya 1927 maupun Timnas, dan bagaimana cara beradaptasi?
Paling mencolok gaya main yang diterapkan adalah satu dua sentuhan, paling banyak tiga. Awalnya susah, tapi setelah adaptasi beberapa saat,
saya bisa ikuti dengan mudah gaya main mereka. Mungkin tidak ada perbedaan yang jauh dengan gaya main di Timnas maupun klub.

Apakah cuaca dingin di Amerika jadi kendala? Bagaimana dengan makanan di sana?
Bagi saya cuaca tidak ada masalah. Saat itu sekitar 16 derajat celcius, sama dengan suhu AC. Jika latihan kan tidak terasa. Tapi, kalau usai latihan, paling malam harinya saya pakai jaket tebal.
Begitu juga makanan, nggak begitu susah. Cuma nggak ada nasi, jadi diganti dengan kentang.
 
Proses trial tentu ada masa-masa jenuh, bagaimana cara mengatasi dan apa saja yang dilakukan?
Kalau di masa trial tidak jenuh. Bahkan, saya merasa masih kurang karena banyak ilmu baru diterapkan. Usai latihan itu biasanya yang jadi persoalan. Untung, saja saya bawa komputer tablet dan koneksi internet di Amerika memang bagus. Setiap hari saya nonton youtube. Puas-puasin lihat aksi Cristiano Ronaldo.
Jika bosan, baru saya keluar hotel. Itu pun kalau ada temannya. Untungnya, selama di Washington, saya selalu ditemani wartawan dari Voice of America (VOA) Indonesia. Termasuk ketika lihat taman Central Park dan White House, tempat-tempat yang selama ini hanya saya lihat di film atau televisi. Dua tempat itu yang paling berkesan karena memang jadi ikon Washington dan Amerika.

Pelajaran apa yang didapat selama menjalani trial 10 hari di DC United?
Passing dan kerja sama tim, itu yang paling utama. Passing yang diterapkan selama latihan juga dilakukan saat bermain sehingga tidak kesulitan dalam menjalankan strategi pelatih. Selain itu, organisasi permainan jauh beda dengan di Indonesia.
Waktu bertahan maupun menyerang selalu dilakukan bersama-sama. Model pemanasannya juga simpel, tapi efektif. Dan ini yang jarang terjadi di Indonesia, selama latihan jarang bercanda, semua serius. Kalau diterapkan di Indonesia, saya optimis bisa mengubah gaya permainan dan hasil di lapangan.
Selain itu, fasilitas pendukung di kompleks DC United sangat lengkap. Termasuk tempat fitnes yang banyak peralatannya. Saya yakin di Indonesia tidak ada yang seperti itu. Saya bermimpi, suatu saat ada klub di Indonesia yang bisa menyediakan seperti itu.

Bagaimana peluang untuk dikontrak DC United?
Terus terang saya tidak tahu karena tujuan awal hanya ikut latihan. Lagi pula saya belum berpikir ke arah sana karena masih ada obsesi yang belum terwujud, baik di Persebaya maupun Timnas yakni memberikan gelar juara. Karena selama ini selalu nomor 2 atau runner up. Selain itu kan musim transfer sudah berakhir. Kalau pun akan dikontrak, hal pertama yang akan saya lakukan adalah les Bahasa Inggris. 

Jika ada tawaran, pilih mana bermain di Amerika atau Eropa?
Amerika atau Eropa tidak ada persoalan. Gaya mainnya hampir mirip. Tapi, kalau di Amerika, saya yakin masih bisa mengejar metode latihan dan strategi yang diharapkan tim pada pemainnya.

Apa hal terdekat yang akan dilakukan, baik di Persebaya 1927 maupun Timnas?
Berjuang maksimal agar bisa meraih trofi juara, baik di klub maupun Timnas. Selain itu, saya berharap tidak lagi mendapat cedera yang mengganggu saya untuk tampil terbaik. Kalau cedera, banyak yang dirugikan, baik itu saya sendiri, klub maupun Timnas.
Di Timnas, mungkin saya pilih skala prioritas. Jika ikut U-23 ya itu saja, nggak mau ke senior, begitu juga sebaliknya.

Bonek 'Sulap' Stadion di Jakarta Bak Markas Sendiri
Andik Vermansah saat berseragam Selangor FA

Andik Vermansyah Absen di Seleksi Timnas Tahap Kedua

Seleksi Timnas tahap kedua bakal digelar pekan depan.

img_title
VIVA.co.id
10 Agustus 2016